Membicarakan Duka

Ini bukan tentang duka yang hadir karena luka, bukan pula tentang duka yang selalu dibuntuti tawa. Lalu apa? Ah, aku hanya ingin membicarakan duka yang ini, bukan yang itu. Duka yang kupikirkan, bukan atas perkiraanmu.


Duka naon atuh ieu teh. Aku pun tak tahu. Jika saja kini aku sedang tak malas menggerakan kepala, mungkin aku sudah menggeleng-geleng pertanda bingung. Sudahlah~
Sudah? Apanya yang mau disudahi? Maksudnya, tulisan ini? Woy, sudah lama aku tak menulis. Mana boleh aku berhenti sekarang. Aku tak akan membiarkan diriku menghentikan jari ini. Tidaaaak. Aku bilang pada diriku, tulisan ini tidak penting, aku juga merasa bingung hendak menuliskan apa. Apa saja sih yang telah kubaca selama ini hingga otakku diam di tempat? Eh, buiankah otak para seniman itu juga menetap di kepala? Imajinasi merekalah yang meloncat kesana kemari mencipta karya. Baiklah, aku coba menuliskan kebingunganku di sini. Barangkali nantinya aku akan berpikir. Eit, jadi terpikir. Jangan-jangan diri ini hanya sibuk merasa sedang berpikir padahal sebenarnya aku hanya tidak melakukan apa-apa selain apa yang kusebut berpikir itu.

Tetiba ingat masa lalu. Rasanya saat itu aku tak memusingkan apakah tulisanku perlu dibaca atau tidak oleh orang lain. Mungkin saat itu banyak kata yang menjadi sampah di beranda, home, timeline, atau sebangsanya di akun-aku media sosial teman-temanku. Tunggu. Biarkan aku membela diri. Ada bagusnya kan? Setidaknya, dulu aku tetap menulis, bahkan kini aku dapat mengingat kejadian di masa itu.

Tak ingat atau tak meyempatkan diri untuk mengingat bagaimana awalnya, aku berangsur-angsur menarik diri dari media sosial. Bukan, bukan mengurangi jatah waktu berselancar. Aku hanya membatasi diri untuk menulis hal-hal yang ku anggap tak penting-penting amat untuk ditulis. Hasilnya? Luar biasa, kawan. Aku dapat menahan diri berbulan-bulan tanpa menulis apapun. Aku tak mengotori beranda, home, timeline siapapun. Bukankah itu bagus dan kuinginkan?

Ya, tepat. Aku tak menulis apapun. Aku menggunakan alasan swmacam “ini sepertinya tidak penting” untuk berhenti menulis. Selanjutnya, apakah aku mencari hal yang penting untuk kutulis? Kukira iya, ternyata tidak. Kalaupun aku menemukannya, kuanggap hal itu telah diketahui oleh orang-orang.
Pernah aku menaruh kecurigaan, jangan-jangan aku memang takkan pernah menulis lagi. Sekali lagi, memang begitu banyak hal yang belum diketahui banyak orang, namun aku termasuk dari mereka. Ya, setiap manusia banyak tidak tahunya. Kita tahu itu. Mengapa aku harus memikirkan apa yang tak diketahui oranglain dan mengabaikan apa-apa yang kutahu lebih dulu… yang bisa jadi penting bagi banyak orang?

Wkwk ada serangan “yang” membabibuta di tulisan ini.
Ah biarlah, sudah kubilang, ini hanya tentang duka: duka naon.


14 Februari 2016

Satu pemikiran pada “Membicarakan Duka

Tinggalkan komentar